Wednesday, January 6, 2010

Hadith Fadhilat Yasin Tidak Sah

Membaca Al-Quran adalah dituntut oleh syara'. Maknanya kita disuruh supaya membaca keseluruhan ayat-ayat Al-Quran itu bermula dari Al-Fatihah hingga ke An-Nas. Selain itu disunnahkan juga membaca beberapa surah-surah dari Al-Quran atau beberapa ayat-ayat dari Al-Quran dengan mengharapkan fadhilat seperti yang dinyatakan dalam hadith-hadith yang sahih. Dalam posting ini aku tidak bercadang untuk memperincikan ayat-ayat Al-Quran yang disunnahkan membacanya dengan membawa bukti hadith-hadith yang sahih.


Untuk posting ini aku ingin mengutarakan mengenai amalan dan kepercayaan ramai orang mengenai membaca surah Yasin. Mereka itu percaya bahawa sekiranya membaca surah yasin itu pada masa atau hari yang tertentu maka mereka akan dapat fadhilat-fadhilat yang tertentu. Untuk menyokong kepercayaan dan amalan mereka itu, mereka telah kemukakan beberapa buah hadith.


Perlu aku ingatkan bahawa membaca Al-Quran adalah suatu ibadah. Suatu ibadah itu tidak sah melainkan ada dalilnya dari Al-Quran dan hadith yang sahih dan hadith yang hasan. Begitu juga dengan fadhilat membaca Al-Quran itu samada fadhilat itu didapati di dunia atau pun dijanjikan untuk dapati di akhirat nanti, ini semua memerlukan dalil dari Al-Quran dan hadith yang sahih.


Yasin adalah sebahagian dari Al-Quran. Membaca surah Yasin bila mana masa pun adalah berpahala dengan izin Allah, ini adalah kaidah umum.


Tetapi membaca surah Yasin pada masa atau hari tertentu dengan harapan untuk mendapat fadhilat tertentu seperti yang diamalkan oleh sebahagian ummat Islam hari ini apakah dibenarkan oleh syara'. Ulamak ahli hadith telah membuat pemeriksaan terhadap hadith-hadith yang mereka gunakan itu dan mereka telah dapati semuanya adalah tidak sah.


Aku sudah tahu mengenai hal tidak sahnya hadith-hadith mengenai fadhilat surah Yasin sejak tahun 90an lagi dari bacaanku pada kitab karangan Al-Muhaddith Muhammad Nasiruddin Al-Albani bernama SilsalatulAhadith Ad-Dha'ifah WalMaudhu'ah. Dalam kitab ini juga diterangkan mengenai tidak sahnya hadith fadhilat surah Al-Waqi'ah.


Untuk tujuan posting ini aku tidak bertujuan untuk ambil terus dari kitab Al-Albani itu. Sebagai ganti aku akan copy and paste dari sebuah blog dengan edit tanpa mengubah teks asal. Semoga Allah membalas jasa penulis blog itu yang bersusah payah menulis posting tersebut.


Blog itu ialah

http://ibnuismailbinibrahim.blogspot.com/2009/06/takhrij-hadits-fadhilah-yasin-bag-1.html


http://ibnuismailbinibrahim.blogspot.com/2009/06/takhrij-hadits-fadhilah-yasin-bag-2.html


Sila baca isi blog tersebut >>>>>>>



Al-Qur’an adalah kitab yang paling wajib dibaca dan ditadabburi oleh kaum muslimin, sesuai dengan firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam surat al-‘Alaq ayat 1 :

إِقْرَا

“Bacalah.”

Al-Qur’an memiliki 30 juz dan terdiri dari 114 surat, mulai dari surat al-Fatihah hingga surat an-Naas. Dan kesemuanya itu memiliki keutamaan untuk diamalkan oleh kaum muslimin. Namun, kita melihat banyak orang yang lebih senang membaca surat-surat tertentu dari al-Qur’an karena (niatnya) berbagai fadhilah yang sebetulnya perlu diteliti keshahihannya. Salah satu surat yang sangat masyhur di kalangan masyarakat kita ini adalah surat Yasin. Mereka berdalih dengan berbagai riwayat yang menyebutkan tentang fadhilah surat Yasin ini.
Berikut ini akan kita lihat takhrij singkat dari beberapa riwayat yang menyebutkan tentang fadhilah-fadhilah surat Yasin.


Hadits pertama :

مَنْ قَرَأ يَسٍ فِيْ لَيْلَةٍ أَصْبَحَ مَغْفُوْرًا لَهُ

“Barang siapa yang membaca surat Yaasiin dalam satu malam, maka ketika ia bangun pagi hari diampuni dosanya.”

Riwayat Ibnul Jauzi dalam al-Maudhu’at (I/247)

Hadits ini adalah hadits Maudhu’.

Takhrij singkat:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Ibnul Jauzi berkata : “Hadits ini dari semua thuruq-nya adalah bathil, tidak ada asalnya.” Imam ad-Daruquthni berkata : “Muhammad bin Zakaria yang ada dalam sanad hadits ini adalah tukang memalsukan hadits.”

Rujukan :
Al-Maudhu’at oleh Ibnul Jauzi (I/246-247), Mizaanul I’tidal (III/549), Lisaanul Mizaan (V/168), al-Fawaa-idul Majmu’ah fii Ahaaditsil Maudhu’ah (hal. 286 no. 944)


Hadits kedua :

مَنْ قَرَأَ يَسٍ فِيْ لَيْلَةٍ ابْتِغَاءَ وَجْهَ اللهِ غُفِرَ لَهُ
“Barang siapa membaca surat Yaasiin pada malam hari karena mengharap keridhaan Allah, niscaya Allah ampuni dosanya.”

Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Ausaath dan al-Mu’jamush Shaaghir.

Hadits ini adalah hadits Dha’if.

Takhrij singkat :
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, tetapi di dalam sanadnya ada Aghlab bin Tamiim. Imam Bukhari berkata: “Ia adalah munkarul hadits.” Ibnu Ma’in berkata: “Ia tidak ada apa-apanya (tidak kuat).”

Rujukan :
Mizaanul I’tidal (I/273-274) dan Lisaanul Mizaan (I/464-465)


Hadits ketiga :

مَنْ قَرَأَيَسٍ فِيْ لَيْلَةٍ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ غُفِرَ لَهُ فِيْ تِلْكَ اللَّيْلَةِ
“Barang siapa membaca surat Yaasiin pada malam hari karena mengharap keridhaan Allah, maka ia akan diampuni dosanya pada malam itu.”

Hadits ini adalah hadits Dha’if.

Takhrij singkat :
Diriwayatkan oleh Imam ad-Darimi dari jalan Walid bin Syuja’, ayahku (Syuja’) telah menceritakan kepadaku, Ziyad bin Khaitsamah telah menceritakan kepadaku, dari Muhammad bin Juhadah dari al-Hasan, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. [Sunan ad-Darimi (II/457)]
Hadits ini diriwayatkan juga oleh al-Baihaqi, Abu Nu’aim dan al-Khatib, dari jalan al-hasan, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Hadits ini Munqathi’, karena dalam semua sanadnya terdapat al-Hasan bin Yasar al-Bashriy, ia tidak mendengar riwayat ini dari Abu Hurairah.
Imam adz-Dzahabi berkata : “Al-Hasan tidak mendengar dari Abu Hurairah, maka semua hadits-hadits yang ia riwayatkan dari Abu Hurairah termasuk daru jumlah hadits-hadits munqathi’.

Rujukan :
Mizaanul I’tidal (I/527 no. 1968), al-Fawaa-idul Majmu’ah (hal. 269 no. 945) tahqiq oleh Syaikh ‘Abdurrahman al-Mu’allimy.


Hadits keempat :

مَنْ دَاوَمَ عَلَى قِرَاءَةِ يَسٍ فِيْ كُلِّ لَيْلَةٍ ثُمَّ مَاتَ، مَاتَ شَهِيْدًا

“Barang siapa terus-menerus membaca surat Yaasiin pada setiap malam kemudian dia mati, maka ia mati syahid.”

Hadits ini adalah hadits Maudhu’.

Takhrij singkat :
Hadits ini diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jamush Shaghir, dari Shahabat Anas radhiyallahu ‘anhu, tetapi di dalam sanadnya ada Sa’id bin Musa al-Azdiy, ia seorang tukang dusta dan ia dituduh oleh Ibnu Hibban sering memalsukan hadits.

Rujukan :
Tuhfatul Dzakirin (hal. 340), Mizaanul I’tidal (II/159-160), Lisaanul Mizaan (III/44-45)


Hadits kelima :

مَنْ قَرَأَيَسٍ فِيْ صَدْرِ النَّهَارِ قُضِيَتْ حَوَا ئِجُهُ

“Barang siapa membaca surat Yaasiin pada permulaan siang (pagi hari), maka terpenuhi semua hajatnya.”

Hadits ini adalah hadits Dha’if.

Takhrij singkat :
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam ad-Darimi dari jalan Walid bin Syuja’, telah menceritakan kepadaku Ziyad bin Khaitsamah, dari Muhammad bin Juhadah, dari ‘Atha’ bin Abi Rabah, ia berkata : “Telah sampai kepadaku bahwasanya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallaam bersabda…”
Hadits ini mursal, karena ‘Atha’ bin Abi Rabah tidak bertemu dengan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallaam, ia lahir kurang lebih tahun 24 Hijriyah dan wafat tahun 114 Hijriyah.

Rujukan :
Sunan ad-Darimi (II/457), Misykaatul Mashaabih (takhrij no. 2177), Mizaanul I’tidal (III/70) dan Taqribut Tahdzib (II/22)


Hadits keenam :

مَنْ قَرَأَيَسٍ مَرَّةً فَـكَـأَنَّمَـا قَرَأَ الْقُرْاَنَ مَرَّتَيْنِ

“Barang siapa membaca surat Yaasiin satu kali seolah-olah ia telah membaca al-Qur’an dua kali.”

Riwayat al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman.

Hadits ini adalah hadits Maudhu’.

Rujukan :
Dha’if Jami’ush Shaghir (no. 5789) dan Silsilah Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah (no. 4636) oleh al-Hafidz asy-Syaikh al-Albani.


Hadits ketujuh :

مَنْ قَرَأَ يَسٍ مَرَّةً فَـكَـأَ نَّمَا قَرَأَالْقُرَاَنَ عَشْرَ مَرَّابٍ

“Barang siapa membaca surat Yaasiin satu kali seolah-olah ia telah membaca al-Qur’an sepuluh kali.”

Riwayat al-Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman dari jalan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.

Hadits ini adalah hadits Maudhu’.

Rujukan :
Dha’if Jami’ush Shaghir (no. 5798) oleh al-Hafidz asy-Syaikh al-Albani.


Hadits kedelapan :

إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ قَلْبًا وَقَلْبُ الْقُرْاَنِ يَسٍ، وَمَنْ قَرَأَيَسٍ كَتَبَ اللهُ لَهُ بِقِرَاءَتِهَا قِرَاءَةَ الْقُرْاَنِ عَشْرَ مَرَّاتٍ

“Sesungguhnya tiap-tiap sesuatu mempunyai hati dan hati (inti) al-Qur’an itu ialah surat Yaasiin. Barang siapa yang membacanya, maka Allah akan memberikan pahala bagi bacaannya itu seperti pahala membaca al-Qur’an sepuluh kali.”

Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 2887) dan ad-Darimi (II/456), dari jalan Humaid bin ‘Abdurrahman, dari al-Hasan bin Shalih, dari Harun Abu Muhammad dari Muqatil bin Hayyan (yang benar adalah Muqatil bin Sulaiman) dari Qatadah dari Anas secara marfu’.

Hadits ini hadits Maudhu'.

Takhrij singkat :
Di dalam isnad hadits ini terdapat dua rawi yang dha’if, yaitu Harun Abu Muhammad dan Muqatil bin Hayyan. Harun Abu Muhammad adalah seorang yang majhul (tidak dikenal riwayat hidupnya). Imam adz-Dzahabi berkata: “Aku menuduhnya majhul.” [Mizaanul I’tidal IV/288). Sedangkan Muqatil bin Hayyan adalah seorang yang dha’if. Ibnu Ma’in berkata : “Dha’if.” Dan Imam Ahmad bin Hanbal berkata : “Aku tidak peduli kepada Muqatil bin Hayyan dan Muqatil bin Sulaiman.” [Lihat Mizaanul I’tidal IV/171-172)
Imam Ibnu Abi Hatim berkata dalam kitabnya al-‘Ilal (II/55-56): “Aku pernah bertanya kepada ayahku tentang hadits ini. Jawabnya : ‘Muqatil yang ada dalam sanad hadits ini adalah Muqatil bin Sulaiman, aku mendapati hadits ini di awal kitab yang disusun oleh Muqatil bin Sulaiman. Dan ini adalah hadits bathil, tidak ada asalnya.’” [Lihat Silsilah Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah hal. 312-313 no. 169]. Imam adz-Dzahabi juga membenarkan bahwa Muqatil dalam hadits ini adalah Muqatil bin Sulaiman. [Lihat Mizaanul I’tidal IV/172]. Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani berkata : “Apabila sudah jelas bahwa Muqatil yang dimaksud adalah Muqatil bin Sulaiman, sebagaimana yang sudah dinyatakan oleh Imam Abu Hatim dan diakui oleh Imam adz-Dzahabi, maka hadits ini Maudhu’. [Silsilah Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah hal. 313-314 no. 169]. Kata Imam Waqi’: “Muqatil bin Sulaiman adalah kadzdzab/pendusta.” Kata Imam an-Nasa’i: “Muqatil bin Sulaiman sering dusta.” [Mizaanul I’tidal IV/173].


Hadits kesembilan :

مَنْ قَرَأَيَسٍ حِيْنَ يُصْبِحُ يُسِرَيَوْ مُهُ حَتَّى يُمْسِيَ، وَمَنْ قَرَأَهَا فِيْ صَدْرِ لَيْلَةٍ أُعْطِيَ يُسْرَ لَيْلَتِةِ حَتَّى يُصْبِحَ

“Barang siapa baca surat Yaasiin di pagi hari, maka akan dimudahkan urusan hari itu sampai sore. Dan barang siapa membacanya di awal malam (sore hari), maka akan diberi kemudahan urusan malam itu sampai pagi.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam ad-Darimi (II/457)

Hadits ini adalah hadits Dha’if.

Takhrij singkat :
Hadits ini diriwayatkan dari jalan Amr bin Zararah, telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Rasyid Abu Muhammad al-Himani, dari Syahr bin Hausyab, ia berkata : “Ibnu ‘Abbas telah menceritakan…”
Dalam sanad hadits ini ada seorang rawi yang bernama Syahr bin Hausyab. Ibnu Hajar : “Ia banyak memursal-kan hadits dan banyak keliru.” [Taqriibut Tahdziib I/423 no. 2841, Mizaanul I’tidal II/283]. Al-Mujaddid asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullahu Ta’ala berkata : “Syahr bin Hausyab lemah dan tidak boleh dipakai sebagai hujjah, karena banyak salahnya.” [Silsilah Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah jilid I hal. 426]
Hadits ini juga merupakan hadits Mauquf.


Hadits kesepuluh :

مَنْ قَرَأَ يَسٍ كُلَّ لَيْلَةٍ غُفِرَلَهُ

“Barang siapa membaca surat Yaasiin setiap malam, niscaya diampuni (dosa)nya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman.

Hadits ini adalah hadits Dha’if.

Rujukan :
Dha’if Jami’ush Shaghir hadits no. 5788 dan Silsilah Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah no. 4636.


Hadits kesebelas :

إِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَرَأَ طه وَيَسٍ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ اَدَمَ بِأَلْفَيْ عَامٍ فَلَـمَّاسَمِعَتِ الْمَلاَئِكَةُ الْقُرْاَنَ قَالُوْا: طُوْبَى لِأُمَّةٍ يَنْزِلُ هَذَا عَلَيْهِمَ وَطُوْبَى لِأَلْسُنٍ تَتَكَلَّمُ بِهَذَاوَطُوْبَى لِأَجْوَافٍ تَحْمِلُ هَذَا.

“Sesungguhnya Allah Ta’ala membaca surat Thaaha dan Yaasiin 2000 tahun sebelum diciptakannya Nabi Adam. Tatkala para Malaikat mendengar al-Qur’an (yakni kedua surat itu) seraya berkata: ‘Berbahagialah bagi umat yang turun al-Qur’an atas mereka, alangkah baiknya lidah-lidah yang berkata dengan ini (membaca) dan baiklah rongga-rongga yang membawanya (yang menghafal kedua surat itu).”

Hadits ini diriwayatkan oleh ad-Darimi (II/456), Ibnu Khuzaimah dalam kitab at-Tauhid (no. 328), Ibnu Hibban dalam kitab adh-Dhu’afa (I/108), Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah (no. 607), al-Baihaqi dalam al-Asma’ wash Shifat (I/365) dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Ausaath (no. 4873).

Hadits ini adalah hadits Munkar.

Takhrij singkat :
Hadits ini diriwayatkan dari jalan Ibrahim bin Muhajir bin Mismar, ia berkata : “Telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Hafsh bin Dzakwan dari Maula al-Huraqah.” Kata Ibnu Khuzaimah : “Namanya ‘Abdur Rahman bin Ya’qub bin al-‘Ala’ bin ‘Abdur Rahman dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallaam…”
Matan hadits ini maudhu’. Kata Ibnu Hibban : “Matan hadits ini palsu dan sanadnya sangat lemah, karena ada dua orang rawi yang lemah :
1.Ibrahim bin Muhajir bin Mismar
Kata Imam al-Bukhari : “Ia adalah munkarul hadits.”
Kata Imam an-Nasa’i : “Ia perawi yang lemah.”
Kata Ibnu Hibban : “Ia sangat munkar haditsnya.”
Kata Ibnu Hajar : “Ia perawi lemah.”
[Mizaanul I’tidal (I/67), Taqriibut Tahdziib (I/67 no. 255)]
2.‘Umar bin Hafsh bin Dzakwan
Kata Imam Ahmad : “Kami tinggalkan haditsnya dan kami bakar.”
Kata Imam ‘Ali Ibnul Madini : “Ia seorang rawi yang tidak tsiqah.”
Kata Imam an-Nasa’i : “Ia rawi matruk.”
[Mizaanul I’tidal (III/189). Lihat Silsilah Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah no. 1248]. Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullahu Ta’ala berkata : “Hadits ini gharib dan munkar, karena Ibrahim bin Muhajir dan Syaikhnya (yaitu, ‘Umar bin Hafsh) diperbincangkan (oleh para ulama hadits).” [Lihat Tafsiir Ibnu Katsir (III/156, cetakan Darus Salaam, th. 1413H].


Hadits kedua belas :

مَنْ سَمِعَ سُوْرَةَيَسٍ عَدَ لَتْ لَهُ عِشْرِيْنَ دِيْنَارًا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَمَنْ قَرَأَهَاعَدَلَتْ لَهُ عِشْرِيْنَ حَجَّةً وَمَنْ كَتَبَهَا وَشَرِبَهَا أُدْخِلَتْ جَوْفَهُ أَلْفَ يَقِيْنٍ وَأَلْفَ نُوْرٍ وَأَلْفَ بَرَكَةٍ وَأَلْفَ رَحْمَةٍ وَأَلْفَ رِزْقٍ وَنُزِعَتْ مِنْهُ كُلُّ غِلٍّ وَدَاءٍ.

“Barang siapa mendengar bacaan surat Yaasiin, ia akan diberi ganjaran 20 Dinar di jalan Allah. Barang siapa yang membacanya diberi ganjaran kepadanya laksana ganjaran 20 kali melakukan ibadah Haji. Barang siapa yang menuliskannya kemudian ia meminum airnya maka akan dimasukkan ke dalam rongga dadanya seribu keyakinan, seribu cahaya, seribu berkah, seribu rahmat, seribu rizqi, dan dicabut (dihilangkan) segala macam kesulitan dan penyakit.”

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Khatib dari ‘Ali, lalu dia berkata :
“Hadits ini Maudhu’.”

Takhrij singkat :
Ibnu ‘Adiy berkata: “Dalam sanadnya ada rawi yang tertuduh memalsukan hadits yaitu Ahmad bin Harun. [Mizaanul I’tidal I/162]. Dalam sanad hadits ini terdapat Isma’il bin Yahya al-Baghdadi. Shalih bin Muhammad Jazarah berkata : “Ia (Isma’il) sering memalsukan hadits.” Imam ad-Daruquthni berkata : “Ia seorang tukang dusta dan matruk.” Imam al-Azdiy berkata : “Ia salah seorang tukang dusta dan tidak halal meriwayatkan dari padanya.”

Rujukan :
Al-Maudhu’at oleh Ibnul Jauzi (I/246-247), al-Fawaa-idul Majmu’ah fil Ahaaditsil Maudhu’ah no. 942 dan Mizaanul I’tidal (I/253-254).


Hadits ketiga belas :

يَسٍ لِمَا قُرِأَتْ لَهُ

“Surat Yaasiin itu bisa member manfaat sesuai tujuan yang dibacakan untuknya.”

Hadits ini Tidak Ada Asalnya لا أصل له

Imam as-Sakhawi berkata : “Hadits ini tidak ada asalnya.”

Rujukan :
Al-Mashnu’ fii Ma’rifatil Haditsil Maudhu’ oleh ‘Ali al-Qari’ (no. 414 hal. 215-216), ta’liq Abdul Fattah Abu Ghuddah, al-Maqaashidul Hasanah (no. 1342).


Hadits keempat belas :

يَسٍ قَلْبُ الْقُرْاَنِ لاَيَقْرَأُهَا رَجُلٌ يُرِيْدُاللهَ وَالدَّارَ الْاَخِرَةَ إِلاَّغُفِرَ لَهُ وَاقْرَؤُوْهَاعَلَى مَوْتَاكُمْ

“Surat Yaasiin itu hatinya al-Qur’an, tidaklah seseorang membacanya karena mengharapkan keridhaan Allah dan negeri akhirat (Surga-Nya), melainkan akan diampuni dosanya. Oleh karena itu, bacakanlah surat Yaasiin itu untuk orang-orang yang akan mati di antara kalian.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad (V/26) dan an-Nasa’i dalam kitab Amalil Yaum wal Lailah (no. 1083).

Hadits ini adalah hadits Dha’if.

Takhrij singkat :
Hadits ini diriwayatkan dari jalan Mu’tamir, dari ayahnya, dari seseorang, dari ayahnya, dari Ma’qil bin Yasar, ia berkata : “Bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallaam bersabda…”
Dalam sanad hadits ini terdapat tiga orang rawi yang majhul (tidak diketahui namanya dan keadaannya). Jadi hadits ini Dha’if dan tidak boleh dipakai sebagai hujjah.

Rujukan :
Fat-hur Rabbani (VII/63)


Hadits kelima belas :

اِقْرَأُواْ يَسٍ عَلَى مَوْتَاكُمْ

“Bacakanlah surat Yaasiin kepada orang yang akan mati di antara kalian.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (V/26-27), Abu Dawud (no. 3121), Ibnu Abi Syaibah, an-Nasa’i dalam Amalil Yaum wal Lailah (no. 1082), Ibnu Majah (no. 1448), al-Hakim (I/565), al-Baihaqi (III/383) dan ath-Thayalisiy (no. 973).

Hadits ini adalah hadits Dha’if.

Takhrij singkat :
Hadits ini diriwayatkan dari jalan Sulaiman at-Taimi, dari Abu ‘Utsman (bukan an-Nahdi), dari ayahnya, dari Ma’qil bin Yasar, ia berkata : “Telah bersabda Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wasallaam...”. Hadits ini lemah karena ada tiga sebab yang menjadikan hadits ini lemah :
1.Abu ‘Utsman seorang rawi majhul.
2.Ayahnya juga majhul.
3.Hadits ini mudthorib (goncang) sanadnya.
Penjelasan para imam ahli hadits tentang hadits ini :
1.Tentang Abu ‘Utsman
Kata Imam adz-Dzahabi : “Abu ‘Utsman rawi yang tidak dikenal (majhul).”
Kata ‘Ali Ibnul Madini : “Tidak ada yang meriwayatkan dari Abu ‘Utsman melainkan Sulaiman at-Taimi.” Maksud Ibnul Madini ialah: bahwa Abu ‘Utsman ini majhul. [Mizaanul I’tidal (IV/550), Tahdziibut Tahdziib (XII/182) dan Irwaa-ul Ghalil fii Takhriiji Ahaadits Manaaris Sabil (III/151 no. 688)]. Kata Ibnul Mundzir : “Abu ‘Utsman dan ayahnya bukan orang yang masyhur (tidak dikenal).” [Lihat ‘Aunul Ma’bud (VIII/390)]. Kata Imam Ibnul Qaththan : “Hadits ini ada ‘illat-nya, serta hadits ini mudthorib (goncang) dan Abu ‘Utsman majhul.”
Kata Abu Bakar Ibnul ‘Arabi dan ad-Daruquthni : “Hadits dha’if isnadnya dan majhul, dan tidak ada satu pun hadits yang shahih dalam bab ini (yakni dalam bab Membacakan Yaasiin untuk Orang yang Akan Mati).” [at-Talkhisul Habir ma’asy Syarhil Muhadzdzab (V/110), Fat-hur Rabbani (VII/63), Irwaa-ul Ghaliil (III/151)]. Kata Imam an-Nawawi : “Isnad hadits ini dha’if, di dalamnya ada dua orang yang majhul (Abu ‘Utsman dan ayahnya).” [al-Adzkaar hal. 122][1]
2.Tentang ayahnya Abu ‘Utsman
Ia ini rawi yang mubham (seorang rawi yang tidak diketahui namanya). Ia dikatakan majhul oleh para ulama Ahli Hadits, karena selain tidak diketahui namanya tetapi juga tidak diketahui biografinya.
3.Hadits ini Mudhthorib
Hal ini karena di sebagian riwayat yang disebutkan : Dari Abu ‘Utsman, dari ayahnya, dari Ma’qil bin Yasar. Sedangkan riwayat lain menyebutkan dari Abu ‘Utsman dari Ma’qil bin Yasar tanpa menyebut dari ayahnya.
Dengan demikian, hadits ini martabatnya adalah Dha’if dan tidak boleh dipakai sebagai hujjah.[2]


Hadits keenam belas :

Diriwayatkan dari Shafwan (ia berkata) :

حَدَّثَنِي الْمَشْيَخَةُ أَنَّهُمْ حَضَرُوْا غُضَيْفَ بْنَ الْحَارِثِ الثُّمَالِيَّ حِيْنَ اشْتَدَّ سَوْ قُهُ فَقَالَ هَلْ مِنْكُمْ أَحَدٌ يَقْرَأُ يَسٍ قَالَ فَقَرَأَهَا صَالَحُ بْنُ شُرَيْحٍ السَّكُونِيُّ فَلَمَّا بَلَغَ أَرْبَعِيْنَ مِنْهَا قُبِضَ قَالَ: فَكَانَ الْمَشْيَخَةُ يَقُولُونَ إِذَا قُرِئَتْ عِنْدَ الْمَيِّتِ خُفِّفَ عَنْهُ بِهَا، قَالَ صَفْوَانُ: وَقَرَأَهَا عِيْسَى بْنُ الْمُعْتَمِرِ عِنْدَا بْنِ مَعْبَدٍ

“Telah berkata kepadaku beberapa Syaikh bahwasanya mereka hadir ketika Ghudhaif bin Harits mengalami naza’ (sakaratul maut), seraya berkata: ‘Siapakah di antara kalian yang dapat membacakan surat Yaasiin?’ Lalu Shalih bin Syuraih as-Sakuni membacakannya. Maka, ketika sanpai pada ayat ke-40, ia (Ghudhaif) wafat. Shafwan berkata: Para Syaikh berkata:’Bila dibacakan surat Yaasiin di sisi orang yang akan meninggal, niscaya diringankan bagi si mayyit (keluarnya ruh) dengan sebab bacaan itu.’ Kata Shafwan: ‘Kemudian ‘Isa bin Mu’tamir membacakan surat Yaasiin di sisi Ibnu Ma’bad.’ ”

Riwayat ini Maqthu’[3]. Apalagi riwayat ini juga lemah, karena beberapa Syaikh yang disebutkan itu majhul, tidak diketahui nama dan keadaan diri mereka masing-masing.

Jadi riwayat ini lemah (dha'if) dan tidak bisa dipakai sebagai hujjah.

Rujukan :
Irwaa-ul Ghaliil (III/151-152)


Hadits ketujuh belas :

مَا مِنْ مَيِّتٍ يَمُوْتُ فَيُقْرَأُ عِنْدَهُ (يَسٍ) إِلاَّ هَوَّنَ اللهُ عَلَيْهِ

“Tidak ada seorang pun yang akan mati, lalu dibacakan surat Yaasiin, di sisinya (yaitu ketika ia sedang naza’) melainkan Allah akan mudahkan (kematian) atasnya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab Akhbaru Ashbahan (I/188).

Hadits ini adalah hadits Maudhu’.

Takhrij singkat :
Hadits ini diriwayatkan dari jalan Marwan bin Salim Aljazary, dari Shafwan bin ‘Amr, dari Syuraih, dari Abu Darda secara marfu’.
Dalam sanad hadits ini ada seorang rawi yang sering memalsukan hadits, yaitu Marwan bin Salim Aljazary. Imam Ahmad dan an-Nasa’i berkata : “Ia tidak bisa dipercaya.”
Imam Bukhari, Muslim, dan Abu Hatim berkata : “Ia munkarul hadits.”. Abu Arubah al-Harrani berkata : “Ia sering memalsukan hadits.”

Rujukan :
Mizaanul I’tidal (IV/90-91), Irwaa-ul Ghaliil (III/152)




Demikian takhrij singkat dari beberapa hadits yang menyebutkan tentang fadhaail surat Yaasiin. Dan berikut ini adalah penjelasan al-Hafidz al-‘Allamah asy-Syaikh Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullahu Ta’ala :

Riwayat-riwayat yang menyebutkan tentang keutamaan-keutamaan (fadhaail) surat-surat dan ganjaran bagi orang yang membaca surat ini akan mendapat pahala begini dan begitu dari awal al-Qur’an sampai akhir, sebagaimana yang disebutkan oleh Tsa’labi dan Wahidi pada awal tiap-tiap surat dan Zamakhsyari pada akhir surat, semuanya ini kata ‘Abdullah bin al-Mubarak : ‘Semua hadits yang mengatakan : ‘Barang siapa yang membaca surat ini akan diberi ganjaran begini dan begitu... semua hadits tentang itu adalah maudhu’. Mereka (para pemalsu hadits) mengatasnamakan sabda Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wasallaam. Sesungguhnya orang-orang yang membuat hadits-hadits itu telah mengakui mereka telah memalsukannya.’”
Mereka berkata : ‘Tujuan kami membuat hadits-hadits palsu agar manusia sibuk dengan (membaca al-Qur’an) dan menjauhkan (kitab-kitab) selain al-Qur’an.” Mereka (para pemalsu hadits) adalah orang-orang jahil dan mereka adalah orang-orang yang ummi akan ilmu hadits.[4]

Wallaahu Ta’ala a’lam bish showab.


Al-Faqir ila Rabbil ‘Arsyil ‘Adzhim
Ibnu Isma’il bin Ibrahim al-Muhajirin




Maraji' :
Yasinan, al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafizhahulloh, cet. ke-7, penerbit Media Tarbiyah Bogor.




Catatan kaki :
[1] Hadits ini dilemahkan oleh asy-Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaly dalam Shahih al-Adzkar wa Dha’iifuhu I/388-389.

[2] Untuk keterangan lebih jelas tentang kelemahan hadits masyhur ini, silakan merujuk pada kitab al-Qaulul Mubiin fii Dha’fi Haditsai at-Talqin qa Iqra’u ‘ala Mautakum Yaasiin, oleh asy-Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali ‘Abdul Hamid al-Atsari al-Halabiy.

[3] Yakni riwayat ini hanya sampai kepada tabi’in, tidak sampai kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallaam.

[4] Al-Manarul Munif fis Shahih wadh Dha’if hal. 113-115, tahqiq : ‘Abdul Fattah Abu Ghuddah.

No comments: